Selasa, 28 Oktober 2014

Memahami dan Bangga akan Bahasa Indonesia

MENGAPA HARUS BAHASA INDONESIA?
Oleh : Rudi Prima M.P

Bahasa, seyogyanya menunjukkan identitas suatu bangsa. Setiap bangsa memiliki bahasanya sendiri dan merasa bangga dengan bahasa mereka. Bahkan mereka saling beradu dan berusaha keras untuk memperkenalkan bahasa bangsanya ke forum-forum internasional meski mereka tahu bahwa bahasa Inggris telah ditetapkan sebagai bahasa universal. Tapi apa yang terjadi jika bahasa nasional yang seharusnya menjadi bahasa sehari-hari perlahan-lahan tergeser kedudukannya dan digantikan dengan bahasa modern atau bahasa gaul yang akhir-akhir ini menyebar luas dengan cepat di kalangan masyarakat.

Bahasa Persatuan
Bila ditelusuri akar sejarahnya, bahasa Indonesia bukanlah bahasa turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia, masyarakat lebih dulu mengenal “Bahasa Melayu.” Penyebutan pertama istilah “Bahasa Melayu” sudah dilakukan pada masa sekitar 683-686 M, yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja Sriwijaya, kerajaan maritim yang berjaya pada abad ke-7 hingga abad ke-12. Wangsa Syailendra juga meninggalkan beberapa prasasti Melayu Kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Setelah bertahun-tahun silam sejak runtuhnya kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu di Indonesia rupanya masih digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan). Hanya saja, saat itu belum banyak daerah yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 tepatnya di hari Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan. Meski begitu, ejaan bahasa Indonesia pada saat itu masih belum bisa terlepas dari campuran unsur Melayu di dalamnya. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Muhammad Yamin mengatakan bahwa: “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesustraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.

Bahasa yang Terancam
Dewasa ini, bahasa Indonesia perlahan-lahan mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Maraknya bahasa gaul atau bahasa modern yang kini menyebar luas khususnya di kalangan kaum remaja Indonesia tampaknya telah berhasil menggeser kedudukan bahasa Indonesia.
Bahasa gaul itu sendiri adalah bahasa atau istilah-istilah yang mempunyai arti khusus dan sering digunakan oleh suatu kelompok tertentu lalu menyebar ke kelompok lainnya. Bahasa gaul memiliki ciri-ciri yang unik. Terkadang menyimpang dari arti kata yang sebenarnya, juga tak jarang merupakan gabungan kata atau kependekkan dari suatu kata. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa gaul juga terus berkembang bersamaan dengan bertambahnya kreativitas remaja saat ini.
Tak hanya itu, bahasa Inggris juga sepertinya sangat diminati oleh masyarakat bukan saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh penjuru dunia. Akses-akses utama komunikasi dan informasi seakan-akan dikuasai oleh bahasa asing. Hampir 90% data yang tersaji di internet menggunakan luteratur berbahasa Inggris. Film-film Hollywood yang saat ini digandrungi anak muda sebagian besar berbahasa Inggis. Selain itu, film kartun produksi Jepang yang menjadi sasaran anak berusia 12 tahun kebawah juga turut serta secara tidak langsung memaksa anak-anak Indonesia untuk mempelajari bahasa negara matahari tersebut. Alasan inilah yang menjadi penyebab utama mengapa para pemuda sekarang lebih bersemangat untuk mempelajari bahasa asing ketimbang mendalami kecakapan bahasa Indonesia itu sendiri. Padahal, sebenarnya bahasa Inggris dapat menghilangkan identitas bahasa Indonesia sebagai bahasa negara juga bahasa kesatuan Republik Indonesia dan sebagai alat pemersatu bangsa. Kedua, mereka yang mahir berbahasa asing akan dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai orang-orang dengan tingkat intelektual tinggi. Penilaian masyarakat Indonesia yang seperti itu menyebabkan bahasa gaul dan asing semakin mendominasi kehidupan sehari-hari. Dikalangan remaja sendiri, teman yang memiliki kemampuan bahasa inggris secara aktif akan dilihat dan dinilai lebih keren dan tentu saja ini adalah anggapan yang menyenangkan bagi mereka yang mahir berbahasa asing. Penyebab ketiga, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah hanya sebatas teori tata bahasa dan sastra. Mencatat penggunaan imbuhan, mengetahui karya-karya sastrawan besar beserta angkatannya serta membuat satu atau dua karangan dirasa cukup untuk meningkatkan kualitas akan pengetahuan berbahasa Indonesia. Padahal, jika dihubungkan dengan penyebab pertama tadi, pelajaran bahasa Indonesia bisa saja menjadi sarana kampanye demi tercapainya sebuah solusi yakni mengembalikan peran bahasa Indonesia dalam akses-akses komunikasi dan informasi di kalangan masyarakat Indonesia.

Terkenal di Dunia
Ketika sebagian besar masyarakat Indonesia beramai-ramai mempelajari bahasa asing, 45 negara di dunia justru mempelajari bahasa Indonesia. Beberapa negara yang dimaksud antara lain: Australia, Amerika, Kanada, Vietnam dan banyak negara lainnya. Bahkan bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat di Australia. Ada sekitar 500 sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia disana. Bahkan hebatnya, murid kelas 6 sekolah dasar di Australia sebagian besar mahir berbahasa Indonesia.
Tidak hanya itu, pada bulan Desember 2007 Pemerintah Daerah Kota Ho Chi Minh, Vietnam, secara resmi mengumumkan bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di kota Ho Chi Minh. Salah satu penyebab bahasa Indonesia begitu diminati oleh bangsa Vietnam antara lain karena kemungkinan meningkatnya hubungan bilateral antara Indonesia dengan Vietnam di masa depan. Selain itu, Konsul Jenderal RI di Ho Chi Minh City untuk periode 2007-2008, Irdamis Ahmad di Jakarta mengatakan, “Bahasa Indonesia sejajar dengan bahasa Inggris, Perancis dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan.”
Salah seorang penulis blog yang juga salah satu pengguna multiply mengikuti acara Wordcamp Indonesia. Acara ini sebelumnya pernah diselenggarakan di Filipina dan Thailand. Dalam acara ini, ia mengatakan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua setelah bahasa Spanyol yang sering menghiasi jaringan WordPress.

Sebenarnya tak semata-mata penggunaan bahasa asing dan gaul pada masyarakat Indonesia akan berdampak negatif. Adanya bahasa gaul justru membuat masyarakat Indonesia dinilai semakin kreatif dalam pengelolaan bahasa. Sedangkan pemakaian bahasa asing dalam masyarakat Indonesia juga membuktikan bahwa masyarakat dapat mengikuti kemajuan zaman dan berusaha agar tidak tertinggal oleh negara lain. Menghadapi hal ini, sudah seharusnya masyarakat Indonesia mempertebal sikap nasionalisme dalam berbahasa sesuai dengan isi Sumpah Pemuda alenia ketiga yang berbunyi, “Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”
Dengan ini, diharapkan dampak negatif yang timbul seperti menurunnya derajat bahasa Indonesia dimata masyarakat dan parahnya lagi mungkin hingga menyebabkan kepunahan bahasa Indonesia bisa dihindari. Besarnya minat untuk mempelajari bahasa Indonesia yang ditunjukkan oleh negara lain juga patut menjadi apresiasi dan motivasi agar masyarakat Indonesia khususnya para remaja mampu menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia yang dulu pernah diperjuangkan oleh pemuda pemudi Indonesia. Adalah hal baik jika kita menguasai bahasa asing, namun akan lebih baik lagi jika kita bangga menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Sumber:
www.wikipedia.com
www.kompas.com
www.scribd.com
www.amriltgobel.multiply.com

www.rizkyniawatikiky.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar