Konflik dan Kekerasan
di Kepulauan Maluku
Konflik
dan kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia kurang
lebih 3 tahun. Sebenarnya konflik ini sudah terjadi sejak tahun 1999 dan
seringkali dipicu oleh TNI didaerah setempat. Untuk Maluku bagian Utara 80%
relatif aman, maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di
kawasan Maluku Tengah sampai saat ini belum juga aman dan khusus di daerah Kota
Ambon sangat sulit untuk diprediksi.
Beberapa waktu yang lalu Kota Ambon sempat dalam keadaan tenang tetapi
beberapa bulan yang lalu sampai sekarang terjadi lagi aksi kekerasan dengan
modus baru ala ninja/penyusup yang melakukan aksinya di daerah perbatasan
kawasan islam dan Kristen.
Penyusup
masuk ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah.
Saat ini masyarakat setempat telah membuat sistem pengamanan untuk wilayah pemukimannya dengan
membuat aturan masyarakat hanya dapat keluar/masuk sampai batas pukul 20.00
waktu setempat. Suasana kota masih tegang dan juga masih terdengar suara
tembakan atau bom di sekitar kota. Akibat konflik ini tercatat 8000 orang yang
tewas, sekitar 4000 orang luka-luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar
dibakar, ratusan sekolah hancur dan ada 692.000 orang yang mengungsi di daerah
terdekat. Masyarakat sekitar kini semakin tidak percaya dengan upaya pemerintah untuk menyelesaikan
konflik yang terjadi saat ini.
Pada
awalnya masalah ini dipicu oleh dua faktor, yang pertama didasarkan atas
identitas agama, khususnya agama islam dan kristen dan yang kedua didasarkan
kesenjangan ekonomi. Komunikasi sosial masyarakat tidak berjalan dengan baik,
sehingga perasaan curiga antar kawasan selalu ada dan selalu bisa dimanfaatkan
oleh pihak ketiga yang menginginkan konflik ini terus terjadi. Banyak orang
yang sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang
terjadi di daerah Ambon ditambah dengan ketidakpastian proses penyelesaian
konflik serta ketegangan yang terjadi saat ini. Belum ada media informasi yang
dianggap independen oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh media cetak masih
didominasi oleh berita untuk kepentingan dari kawasan masing-masing.
Banyak upaya-upaya yang dilakukan
untuk meredakan konflik yang terjadi, yaitu diantaranya:
Upaya
dari masyarakat Maluku itu sendiri. Sebelum kedatangan bantuan darurat dari
pemerintah pusat dan badan internasional, masyarakat bergantung pada lembaga
keagamaan di Kota Ambon untuk medapatkan bantuan. Masyarakat saling menolong
dan membantu satu sama lain dengan membagi persediaan makanan dan kebutuhan
pokok lainnya. Tetapi pada masa ini kata “damai” dianggap sebagai hal yang tabu
dalam banyak komunitas. Karena diantara masyarakat kristen mengungkapkan bahwa
gereja-gereja difungsikan sebagai pusat distribusi untuk bantuan darurat,
semesntara bantuan dalam masyarakat muslim dianggap kurang teratur karena
masjid-masjid hanya difungsikan untuk tempat penampungan umat muslim saja.
Mungkin kata damai ini diajukan karena tidak ada pertikaian atau pertengkaran
yang terjadi dan tidak ada pihak ketiga yang memperkeruh keadaan pada saat itu.
Peran
perempuan. Perempuan memiliki peran penting yang berpengaruh dalam keluarga.
Peran perempuan sebagai istri, dapat membujuk suaminya untuk tidak terlibat
pada konflik yang terjadi itu. Mereka juga dapat mendidik anak-anaknya untuk
tidak berprasangka buruk terhadap agama
lain. Perempuan memainkan peran yang aktif dalam upaya penciptaan perdamaian di
Ambon. Pertemuan antar agama dikalangan pengungsi perempuan tidak hanya
menjamin distribusi bantuan darurat kepada pengungsi, tetapi ajang untuk
rekonsiliasi antara perempuan Muslim dan Kristen. Perempuan daerah Ambon ini
juga membuat sebuah organisasi Gerakan Perempuan Peduli (GPP) yang berisikan
kumpulan aktivis perempuan Muslim, Protestan dan Katolik. Mereka mengorganisir
aksi menentang kekerasan di Maluku bahkan ketika konflik mencapai puncaknya.
Mereka juga mengatur pertemuan dengan pemerintah, pemimpin agama, dan melatih
perempuan di lapangan mengenai mediasi dan konseling.
Tanggapan :
Berdasarkan
pemberitaan yang ada pada saat ini dapat dibayangkan betapa mengerikannya
suasana disana. Masyarakat daerah Ambon yang mengungsi pasti memiliki ketakutan
yang luar biasa karena beberapa dari saudara mereka menjadi korban dari
kekerasan yang terjadi di Maluku. Dari kasus diatas banyak
pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi diantaranya, hak untuk
hidup bagi seluruh penduduk dan hak untuk mendapat pendidikan bagi anak-anak.
Kekerasan
yang terjadi tidak hanya melibatkan orang-orang dewasa tetapi anak-anak juga
menjadi korban dari kekerasan tersebut. Anak-anak tidak bisa bersekolah dengan
tenang, mereka merasa ketakutan karena suara-suara dentuman tembakan yang ada
dimana-mana. Bahkan mereka bisa jadi tidak bisa bersekolah karena gedung
sekolahnya yang sudah hancur akibat di bom. Anak-anak ini tidak hanya
mendapatkan luka secara fisik saja, tetapi juga luka secara psikologis, banyak
anak-anak yang mengalami trauma mendalam.
Pada
dasarnya konflik yang terjadi di Maluku bukan semata-mata hanya masalah agama
saja. Banyak aspek lain yang juga menjadi pemicu pecahnya konflik ini sehingga
menewaskan ribuan korban. Namun, perbedaan agama yang dianut oleh masyarakat
setempat menarik satu nilai penting bahwa pemicu konflik terbesar pada
persengketaan Ambon tahun 1998 silam adalah karena perselisihan agama.
Solusi :
Seharusnya
pemerintah dapat mengkoordinir dan mengambil alih untuk bertindak secara cepat
untuk meredam konflik yang tengah terjadi. Selanjutnya, pembagian kekuasaan
yang tidak merata dari agama tertentu yang menjadi salah satu pemicu konflik,
sepatutnya tidak terjadi. Untuk itu, sebaiknya pembagian kekuasaan dalam
memegang jabatan dilimpahkan kepada orang-orang yang menguasai bidangnya,
dengan tidak memandang status agamanya. Kesadaran masyarakat juga diharapkan
menjaga hubungan antar masyarakat tanpa harus memandang status sosial ekonomi
dan melihat status agamanya.
Banyak
usaha perdamaian yang dilakukan, tidak ada strategi pengelolaan konflik yang
jelas dan sedikit koordinasi antara sejumlah tokoh di Maluku. Kurangnya
koordinasi ini menjadi masalah terbesar dalam upaya penyelesaiannya.
Referensi :
http://evotama.blogspot.com/2014/10/makalah-ham-kasus-pelanggaran-ham-di.html?m=1